Senin, 29 Agustus 2011

Buang Hajat dan Etikanya

Buang Hajat dan Etikanya by Alexyusandria Moenir on Wednesday, March 30, 2011 at 7:23am
Melihat sampah yang bertumpuk disuatu tempat, membuat kita jijik karena begitu banyak ulat yang mengerumuninya seperti semut mengerumuni gula, belum lagi baunya yang sangat tidak tertahankan busuknya.
Pernahkah kita masing masing membayangkan apa yang akan terjadi andai manusia tidak diberi kemudahan oleh Allah subhanahu wata'ala dalam membuang segala macam sampah yang berada dalam tubuh masing masing?
Alhamdulillah , dalam kehidupan sehari hari salah satu rutinitas manusia adalah membuang sampah yang berada dalam perutnya secara teratur, atau kita sebut juga dengan istilah buang hajat, baik buang hajat besar maupun buang hajat kecil.
Islam sebagai ajaran yang sempurna telah memberikan ketentuan yang terarah mengenai adab membuang hajat ini. Sehingga pernah kaum musyrikin berkata kepada Salman Al Farisi radhiallahu 'anhu : “Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai pun perkara adab buang hajat”. Salman menjawab : “Ya, beliau mengajarkan kami adab buang hajat”. (HR. Muslim no. 262)
Dalam melaksanakan buang hajat ini kita sering melupakan hal hal yang terlihat sepele, namun memiliki dampak yang besar buat kehidupan akhirat kita kelak. Karena kita sering berfikir bahwa, buang hajat hanyalah masalah ringan, yaitu mengeluarkan sesuatu yang tidak mengenakkan diperut.
Padahal dalam sunnah yang ditinggalkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, kita diberi pengajaran bahwa sebelum masuk kedalam WC aturlah langkah kaki kiri kita yang melangkah masuk terlebih dahulu sambil membaca do’a dan melangkah keluarlah dengan kaki kanan, juga dengan membaca do’a.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam masalah ini mengajarkan bahwa ketika seseorang akan masuk ke tempat buang hajat (WC dan semisalnya) hendaknya ia mengucapkan doa : Bismillah Allaahumma inni a’udzubika minal khubusi wal khabaaits à Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada setan jantan dan setan betina” (HR. Al Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375)
Membaca doa ini merupakan adab yang disepakati istihbab-nya (disunnahkan) dan tidak ada perbedaan dalam hal ini antara buang hajat di tempat yang berupa bangunan ataupun di padang pasir. (Syarah Shahih Muslim, 4/71)
Sementara apabila di padang pasir (tempat yang terbuka), maka doa ini dibaca tatkala hendak ditunaikannya hajat seperti ketika seseorang menyingkap pakaiannya. Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama dan mereka mengatakan kalau seseorang lupa membaca doa ini maka ia membacanya dalam hati. (Fathul Bari, 1/307)
Telah diketahui bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyenangi mendahulukan bagian yang kanan dalam seluruh keadaan beliau. (HR. Al Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Hadits di atas menunjukkan keumuman, namun khusus pada keadaan-keadaan tertentu dimulai dengan yang kiri, seperti apabila beliau masuk WC, keluar dari masjid dan yang semisalnya. Demikian dinyatakan Ibnu Daqiqil ‘Ied. (Syarah ‘Umdatil Ahkam, 1/44)
Al Imam An-Nawawi berkata : “Merupakan kaidah yang berkesinambungan dalam syariat di mana tangan/kaki kanan didahulukan dalam melakukan perkara yang mulia seperti memakai pakaian, celana, sandal, masuk masjid, bersiwak, bercelak, menggunting kuku, mencukur kumis, menyisir rambut, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, salam ketika selesai shalat, mencuci anggota wudhu, keluar dari WC, makan, minum, berjabat tangan, menyentuh hajar aswad dan selainnya dari perkara yang semisal di atas. Semua itu disenangi untuk memulai dengan bagian kanan. Adapun lawan dari perkara di atas seperti masuk WC, keluar dari masjid, istinja, melepas pakaian, celana, sandal dan yang semisalnya disenangi untuk memulai dengan tangan/kaki kiri.” (Syarah Shahih Muslim, 3/160, Al Majmu’, 2/95)
Ketika keluar setelah selesai buang hajat, kita disunnahkan untuk membaca do’a : Ghufraanaka à “Aku memohon pengampunan-Mu” (HR. At-Tirmidzi no. 8, Abu Dawud no. 28, Ibnu Majah no. 296 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil no. 52)
Doa di atas diucapkan ketika seseorang keluar dari tempat buang hajat. Kecocokan doa ini dengan keadaan tersebut adalah setelah seseorang diringankan dan dilindungi dari gangguan fisik, dia akan teringat gangguan berupa dosa maka dia meminta kepada Allah agar meringankan dosanya dan mengampuninya sebagaimana Allah telah menganugerahkan perlindungan kepadanya dari gangguan fisik. (Asy-Syarhul Mumti’, 1/84).
Di samping itu, kekuatan manusia itu amatlah terbatas untuk mensyukuri nikmat yang dicurahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa makanan, minuman dan pengaturan zat makanan di dalam tubuh sesuai dengan kepentingannya sampai akhirnya dikeluarkan sisanya dari tubuh. Oleh karena itu, sepantasnya seorang hamba memohon ampun kepada Allah sebagai pengakuan akan kekurangan tersebut dari apa yang sepatutnya. (Tuhfatul Ahwadzi, 1/42)
Kita yang hidup dizaman sekarang dengan berbagai kemajuannya, dimana tempat membuang hajatpun telah dibuat manusia dengan lebih bersih dan modern, sehingga dalam buang hajat, kebersihan kita lebih terjaga, karena kecilnya kemungkinan pakaian dan diri kita terkena percikan najis kita sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, maka beliau mengabarkan : “Dua penghuni kuburan ini sedang diadzab. Tidaklah mereka diadzab karena perkara yang besar. Kemudian Rasulullah mengatakan: Bahkan ya. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak berhati-hati/ tidak menjaga dirinya dari kencing…”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292, dengan lafadz Al-Bukhari)
Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah mengatakan : “Kedua penghuni kuburan itu tidaklah diadzab karena perkara yang sulit untuk menghilangkannya atau untuk mencegahnya serta berhati-hati darinya. Yakni perkara itu sebenarnya mudah, gampang bagi orang yang menjaga diri darinya.” Beliau juga berkata : “Dua perkara ini termasuk dosa besar.” (Syarah ‘Umdatil Ahkam, 1/62)
Tidak berhati-hati dari kencing sehingga menajisi tubuh merupakan penyebab adzab kubur sebagaimana diberitakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits di atas, padahal mungkin perkara ini dianggap sepele oleh kebanyakan orang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan dengan merenggangkan/menjauhkan kedua kaki ketika duduk untuk buang hajat guna menghindari percikan air kencing. Al-Hasan berkata : “Telah menceritakan kepadaku orang yang melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau kencing dalam keadaan jongkok dengan merenggangkan kedua kaki beliau selebar-lebarnya sehingga kami menduga pangkal paha beliau akan terlepas.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, 1/121 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 1/500)
Islam itu mengajarkan kebersihan, karena itulah Rasulullah juga melarang kita  buang hajat sembarangan, seperti dilubang, ditempat air yang tidak mengalir, serta dijalan tempat manusia lewat maupun tempat manusia bernaung. Karena hal ini akan menganggu lingkungan dan makhluk Allah juga.
“Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yang tidak mengalir”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 239 dan Muslim no. 282)
Yang rajih dari larangan di sini adalah menunjukkan keharamannya. Sama saja air yang tidak mengalir itu banyak ataupun sedikit, kencing ataupun buang air besar karena buang air besar ini lebih jelek daripada kencing. Dan juga perkara yang terlarang dalam permasalahan ini apabila seseorang kencing di dalam bejana kemudian dia buang air kencing tersebut ke air yang tidak mengalir tersebut. Sementara itu, tidaklah terlarang membuang hajat pada air yang mengalir, namun lebih baik dijauhi, terlebih lagi bila air yang mengalir itu sedikit. (Syarah Shahih Muslim, 3/187-188, Subulus Salam, 1/34-35)
“Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing di lubang (yang biasa digali oleh binatang sebagai tempat persembunyiannya)”. (HR. Ahmad no. 19847 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Al-Jami’ush Shahih, 1/499)
Qatadah rahimahullah, salah seorang rawi hadits ini, ditanya oleh murid-muridnya tentang alasan pelarangan di atas. Qatadah pun menjawab : “Lubang-lubang itu adalah tempat tinggalnya jin” (Sehingga dikhawatirkan orang yang kencing tersebut akan ditimpa oleh kemudharatan, ataupun perbuatan tersebut dilarang karena mengganggu/ menyakiti hewan-hewan yang ada dalam lubang tersebut. [Nailul Authar, 1/129, Sunan An-Nasa’i Hasyiyah As-Sindi, 1/34)] (Al Jami`ush Shahih, 1/499)
“Berhati-hatilah kalian dari dua hal yang dilaknat (oleh manusia)”. Para shahabat bertanya : “Apa yang dimaksud dengan dua orang yang dilaknat?”. Beliau menjawab : “Orang yang buang hajat di jalan yang biasa dilalui manusia2 atau di tempat yang biasa mereka bernaung”. (Shahih, HR. Muslim no. 269)
Al-Khaththabi rahimahullah dan selainnya dari kalangan ulama berkata : “Yang dimaukan dengan tempat naungan adalah tempat yang dijadikan oleh manusia untuk bernaung, mereka singgah dan duduk di situ”. (Syarah Shahih Muslim, 3/163)
Buang hajat di tempat demikian dilarang karena hal itu mengganggu kaum muslimin dengan menajisi dan mengotori tempat lalu lalang mereka. (Syarah Shahih Muslim, 3/163) Sementara memberikan gangguan kepada kaum muslimin itu diharamkan. (Ad-Darari, 24, Asy-Syarhul Mumti‘, 1/102)
Bahkan dalam beristinja’ pun kita diberitahukan agar tidak mempergunakan tangan kanan, serta tidak diperbolehkan bersuci dengan mempergunakan tulang serta kotoran hewan yang telah kering dan membatu (Rautsah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk menyentuh kemaluan dengan tangan kanan ketika kencing dan ketika istinja’ (cebok), sebagaimana sabdanya : “Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya ketika sedang kencing dan jangan pula cebok dengannya setelah buang hajat”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 154 dan Muslim no. 267)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Larangan istinja’ dengan tangan kanan termasuk salah satu adab dalam istinja’. Dan ulama sepakat dilarangnya perkara ini. Jumhur ulama berpendapat larangan di sini menunjukkan makruhnya bukan haram”. Kemudian beliau berkata : “Memegang kemaluan dengan tangan kanan hukumnya makruh”. (Syarah Shahih Muslim, 3/156, 159)
Larangan Bersuci dengan Tulang dan Kotoran Hewan yang telah Mengering/Membatu (Rautsah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminta kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu untuk mencari batu guna keperluan bersuci beliau dan beliau bersabda: “Jangan engkau datangkan untukku tulang dan jangan pula rautsah.” (Shahih, HR. Al- Bukhari no. 155)
Di waktu yang lain Abdullah bin Mas‘ud radhiallahu 'anhu pernah diminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mencari tiga batu untuk bersuci namun ia hanya mendapatkan dua batu hingga ia mengambil rautsah lalu diserahkannya kepada Nabi. Maka beliau mengambil dua batu tersebut dan membuang rautsah, seraya berkata: “Ini adalah kotoran”. (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 156)
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah : “Tidak boleh bersuci dengan menggunakan rauts ataupun tulang. Dan bersuci dengan keduanya tidaklah mencukupi, demikian pendapat mayoritas ahli ilmu dan hal ini merupakan pendapatnya Ats-Tsauri, Asy- Syafi’i dan Ishaq.” (Al-Mughni, 1/104)
Begitu indahnya Islam dengan berbagai ketentuan yang disunnahkan buat kita jalani demi kebaikan kita dunia akhirat. Bahkan kesempurnaan Islam itu sendiri dinyatakan Allah dalam firmanNya di Al Qur’an :
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Maa’idaah 5 : 3)
[394]. Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
[395]. Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
[396]. Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.
[397]. Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam
[398]. Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
Wallahu a’lam bishshawab ... ^_^
Top of Form
Bottom of Form

Jumat, 26 Agustus 2011

Hijrah bukan karena bulan Muharram

Hijrah bukan karena bulan Muharram on RM terbit Jum’at 10 Desember 2010 19:01
Telah berlalu lagi satu waktu dalam kalender Islam, agama yang kita cintai ini, digantikan oleh Tahun yang baru yang membuat kita seharusnya tafakur mengingat cara kita mengisi dunia kita selama ini, adakah diisi dengan hal hal yang bermanfaat untuk dunia saja ataukah bermanfaat buat dunia akhirat ataukah kita banyak mengotori ruh kita yang suci ini dengan perbuatan perbuatan yang tidak baik yang tidak bersesuaian dengan ajaran Rasulullah dan perintah Alalh subhanahu wata’ala yang wajib kita patuhi dan ta’ati tanpa ada alasan alasan demi menutupi kesalahan diri?
Selain itu, sudahkah kita mensyukuri rahmatNya yang sangat banyak yang telah diberikan untuk kita nikmati selama pinjaman usia yang selama ini diberikan kepada kita melalui pergantian hari dan perputaran waktu?
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan[481], kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (QS Al An’aam 6 : 60)
[481]. Kamu ditidurkan di malam hari dan dibangunkan di siang hari, supaya dengan perputaran waktu itu habislah umurmu yang telah ditentukan.
Hingga hari ini kita masih menghirup udara segar mengisi paru paru kita untuk bernafas, melalui umur yang kita mohon untuk dipanjangkan oleh Allah subhanahu wata’ala, agar kita dapat melakukan banyak hal dalam hidup.
Kebahagiaan yang paling bahagia ialah panjang umur dalam ketaatan kepada Allah. (HR. Ad-Dailami dan Al Qadha'i)
Kehidupan yang gelap buat hati yang tak dapat mengambil hikmah, merupakan kesia siaan yang kelak akan kita sesali disaat Allah membangkitkan manusia dihari akhir buat dihisab segala perbuatan dengan tanggung jawabnya masing masing.Karena itu sebelum segala kesalahan dihitung dan dihisab oleh Hakim Yang Maha Adil dihari berbangkit kelak, sebaiknya kita gunakan kesempatan yang ada buat muhasabah diri kita masing masing.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Dan hitunglah diri kalian sebelum nanti dihitung, lalu lihatlah apa yang telah kalian siapkan berupa amal shaleh untuk bekal hari kepulanganmu dan menghadap Allah …”
Alhamdulillah ... sangat beruntung kita yang hidup dizaman sekarang karena memiliki begitu banyak orang orang saleh yang hidup setelah Rasulullah yang selalu berusaha mengingatkan dan menasehati kita untuk selalu ingat akan warisan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, agar kita tidak terjerumus pada langkah langkah setan ...
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS Al An'aam 6 : 112)
[499]. Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.
Mengingat dosa dan amalan amalan ibadah yang masih jauh dari kesempurnaan yang masing masing kita lakukan, seharusnya membuat kita merasa sangat malu dan takut akan pembalasan dihari akhir, dimana tiada lagi waktu kembali untuk memperbaiki semua hal yang kurang baik apalagi yang sangat tidak baik.
Kesempatan yang diberikan pada kita oleh Allah subhanahu wata'ala lamanya sama dengan usia hidup kita masing masing untuk mengisi alur kehidupan yang kita jalani sesuai dengan pilihan yang kita lakukan. Dan jika tiada kehati hatian dalam diri kita masing masing untuk itu, maka sungguh sungguh merugilah kita kelak ketika dimintai pertanggung jawaban dihari akhir nanti, saat mulut kita tak lagi dapat bicara dusta menutupi segala kesalahan seperti yang mampu kita lakukan selama hidup didunia.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS Yaasin 36 : 65)
Betapa waktu yang kita miliki ini hanya sebentar jika dihitung dengan kesia siaan yang telah kita buat dalam memanfaatkan umur yang telah diberi oleh Allah subhanahu wata’ala.Banyak hal hal yang hanya demi kesenangan duniawi kita manfaatkan sebaik baik kesempatan yang ada, sementara akhirat yang merupakan tempat kita pulang sesungguhnya, malah kita biarkan larut bersamaan dengan berlalunya waktu, tanpa kita isi dengan bekal yang bermanfaat buat diri masing masing.Maka malanglah kita dengan kerugian yang kita buat dalam kebodohan yang ada, padahal telah begitu banyak peringatan yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala melalui RasulNya yang paling dicintaiNya Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi. (QS An Nahl 16 : 106 – 109)
Karena itu selagi ada waktu hari ini, segeralah kita raih kesempatan buat meninggalkan seluruh amalan yang tidak baik dan perbaiki semua amalan yang jauh dari sempurna serta menambah amalan ibadah kita yang lainnya.
Karena selagi nafas kita masih Allah amanahkan buat kita, maka itu artinya waktu masih kita miliki. Dan andai kita mau dan benar benar berniat untuk kebaikan diri sendiri, sesungguhnya tak terlalu berat buat meraih bekal akhirat nanti, karena amalan tersebut bisa kita wujudkan jika kita masih memiliki niat dihati.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radiallahuanhu, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah alaihisalatu wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya  karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. “ (HR. Bukhari no:01 dan Muslim no:1907)
Bukankah telah banyak Allah memberitahukan kepada kita dalam Al Qur’an maupun pengajaran yang diberikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang betapa neraka itu sangat pedih azabnya sehinggakan tak mampu kita walau hanya sedetik atau sesaat saja buat mengecapi panasnya api neraka dengan beragam siksaan yang sesuai dengan dosa yang telah kita lakukan. Dan surga itu melebihi dunia kesenangannya, bahkan tak bisa digambarkan oleh siapapun, kecuali bagi kita yang merasainya jika diberi kesempatan buat masuk ke Jannah Nya yang agung
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada Penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul." Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat." (QS Al A’raaf 7 : 44 - 45)
Dan penghuni neraka menyeru penghuni syurga: " Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu." Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.  (QS Al A’raaf 7 : 50 - 51)
Semoga kita mau dan berusaha untuk melakukan muhasabah diri dan hijrah dari keburukan menuju kebaikan hidup dunia akhirat, agar disaat waktu bukan lagi milik kita, tiada penyesalan saat hisab Allah itu kita terima.
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah, tetapi jihad dan niat." [Muttafaq Alaihi]
Wallahu 'alam bishshawab ...
Selamat hijrah buat sahabat semua ... ma'a najaah al bahir insya Allah

Alhamdulillah ... Ramadhan datang lagi


Alhamdulillah ... Ramadhan datang lagi by Alexyusandria Moenir on FB Thursday, July 21, 2011 at 9:16pm
Bulan terus berganti dalam kegersangan hati yang kian menumpuk diantara masyarakat. Begitu banyak masalah dengan gejolak tipuan dan fitnah yang tiada henti, yang merusak hati dan memberikan dampak buruk pada generasi muda yang baru saja belajar untuk mengepakkan sayapnya dalam melayari hidup yang keras dalam persaingan nafsu yang ingin  menguasai dunia ini.

Alhamdulillah ... mudah2an kegersangan duniawi ini menjadi sedikit tenang dan nyaman dengan hembusan kemuliaan bulan yang suci ini yaitu Ramadhan yang kian dekat menghampiri kita di tahun yang penuh kisruh ini. Ramadhan, dimana perintah Puasa diberikan kepada setiap hamba yang beriman, merupakan penyejuk jiwa dalam rangka membersihkan hati dan diri dari nafsu dunia yang kian kuat mengekang diri setiap hamba yang membiarkan dirinya larut dengan hiruk pikuk kehidupan yang seolah olah lebih penting daripada kehidupan akhirat.

Puasa yang merupakan kewajiban bagi kita untuk dilaksanakan dibulan penuh rahmat ini, sesungguhnya mengajarkan manusia untuk lebih bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Karena selain menahan lapar dan haus, Puasa juga mengajarkan manusia untuk bersabar dalam mengekang hawa nafsunya.

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Baqarah 2 : 185)

Meskipun Puasa yang diwajibkan dibulan Ramadhan ini hanya dijalankan selama kurang lebih sebulan saja, namun berkah yang diberikan Allah kepada manusia yang menjalankan ibadah Puasa ini tidak dapat dinilai, karena begitu banyak kebaikan yang diberikan Allah kepada ummat yang melaksanakannya.

Bahkan perintah puasa yang diberikan Allah melalui firmanNya dalam Al Qur'an dimulai dengan kata kata penuh Rahman agar manusia melaksanakan puasa itu dengan taat.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al Baqarah 2 : 183)

Puasa merupakan berkah yang Allah berikan kepada siapa saja yang mau patuh dan ta'at atas perintahNya, demi kepentingan manusia itu sendiri, yaitu untuk menjadi manusia yang bertakwa.

“Diriwayatkan dari Sahl bin Saad ra katanya : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” (HR Bukhari-Muslim)

Puasa membuat manusia menjadi lebih tenang dan sabar dalam menjalani kehidupan, sehingga tidak dikuasai oleh emosi dan keegoan diri yang selama ini mengungkung manusia dalam keindividualan yang tak mau tahu dengan kesusahan orang lain. Kesibukan dalam memikirkan diri sendiri ini menyebabkan kita menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain serta kadang kadang membuat kesombongan diri muncul kepermukaan karena terlena oleh nikmat hidup yang dijalani selama ini, sehingga terlupa bahwa kehidupan didunia ini hanyalah sementara saja.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” (HR Bukhari-Muslim)

Puasa membuat kita mampu menjaga lidah agar tidak menyakiti saudara muslim kita lainnya, karena tentu saja kita tidak mau puasa kita menjadi sia sia saja, karena hanya memperoleh rasa lapar dan haus saja.  Karena itu jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.

“Dari Abu Hurairah ra : katanya Rasulullahshalallahu 'alaihi wasallam berabda : “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” (HR Bukhari)

Bahkan lailatur Qadar hanya terjadi dibulan Ramadhan saja, dimana Rasulullah memberikan petunjuk waktu malam Lailatul Qadar itu terjadi 7 hari malam terakhir Ramadhan atau dimalam 27.

Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.”   (Muttafaq Alaihi)

Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang lailatul qadar : “Malam dua puluh tujuh.” (HR Abu Daud)

Dan Ramdhan merupakan bulan yang memberikan kesempatan kepada orang orang yang beriman untuk mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya dengan ibadah sunnah yang hanya boleh dilakukan dibulan Ramadhan saja, seperti shalat Tarawih dan berdo'a diwaktu malam Lailatur Qadar. Selain itu Allah menyempurnakan kesucian Ramadhan dengan menurunkan Al Qur'an kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.

Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda : “bacalah : Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa' fu 'anni yang artinya Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku.” (Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud)

Nabi biasa melakukan shalat sunnat malam (Tarawih) pada bulan Ramadhan : Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau.” (HR Bukhari)

Marhaban Ya Ramdhan .... Alhamdulillah ... ^_^

Wallahu a'lam bishshawab ...



Haruskah Menyelamatkan Diri dari Bencana

Haruskah Menyelamatkan Diri dari Bencana by Alexyusandria Moenir on RM Kamis 18 November 2010 12:12

Begitu banyak musibah yang telah menimpa manusia sejak zaman Nabi Adam alaihi sallam hingga zaman kita sekarang ini. Dan dibalik hikmah musibah tersebut, sebenarnya kita selalu diberi peringatan dan tanda tanda oleh Allah subhanahu wata’ala sebelum Dia memberikan suatu ujian kepada hamba hamba Nya. Dan diantara tanda tanda tersebut, kita disuruh untuk menghindari musibah tersebut dan berusaha keras untuk menyelamatkan diri agar dapat selamat dari musibah yang tengah menimpa.
Tidak ada satu musibahpun yang menimpa yang menyuruh manusia buat menanti musibah tersebut dengan pasrah saja tanpa suatu usaha. Karena sesungguhnya selain sebagai ujian keimanan, musibah juga merupakan suatu ujian bagi manusia buat mempergunakan akal dan fikirannya agar terhindar dari akibat buruk suatu bencana yang datang menimpa.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS AL Baqarah 2 : 195)
Syaikh Nashir as-Sa’dy memberikan catatan dalam penafsirannya terhadap ayat “Menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan” (al-Ilqaa’ bi al-Yad) merujuk kepada dua hal :
1. Meninggalkan apa yang seharusnya diperintahkan kepada seorang hamba, dimana jika meninggalkannya itu memiliki akibat binasanya badan atau jiwa dan mengerjakan apa yang menjadi sebab kebinasaan jiwa atau roh, seperti : meninggalkan jihad fi sabilillah, bepergian yang mengandung resiko ke tempat yang banyak binatang buas atau ularnya, memanjat pohon atau bangunan yang berbahaya dan sejenisnya. Hal lain yang termasuk ‘menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan’ adalah melakukan maksiat terhadap Allah Subhanahu wata’ala dan berputus asa untuk bertaubat. Wajib bagi setiap muslim untuk menjauh dan menjaga dirinya dari sebab-sebab kebinasaan, kecuali pada cara-cara yang syar’i seperti jihad (fi sabilillah) dan sebagainya.
2. Meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah di mana meninggalkannya merupakan bentuk kebinasaan bagi jiwa dan agama.
Bahkan pada zaman nabi nabi terdahulupun ketika Allah memberikan suatu musibah terhadap suatu kaum yang ingkar, Nabi yang memimpin ummat tersebut, diberi perintah oleh Allah subhanahu wata’ala untuk menyelamtakan diri ketempat yang lebih baik dan lebih aman, jauh dari tempat dimana suatu musibah ditimpakan Allah, bahkan termasuk menyelamatkan harta benda yang  bisa dibawa secukupnya.
Tentu kita masih ingat saat Nabi Nuh diselamatkan Allah dengan cara menyuruh Nabi Nuh untuk membuat bahtera.
Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (QS Al A’raaf 7 : 64)
Juga pada kejadian dimana Nabi Luth beserta umatnya yang saleh diselamatkan Allah dari kemungkaran kaumnya yang menyukai hubungan sesama jenis.
Para utusan (malaikat) berkata : "Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal[732], kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?." (QS Huud 11 : 81)
[732]. Kata tertinggal di sini terjemahan dari kalimah yaltafit. Ada pula mufassir menterjemahkannya dengan menoleh ke belakang.
Contoh lainnya dapat juga kita lihat pada kisah Nabi Shaleh yang diutus Allah untuk kaum Tsamud yang ingkar akan ajaran nabi Shaleh akibat kesombongan mereka yang tidak mau patuh dan tunduk akan perintah Allah Subhanahu wata’ala. Dan Allah membinasakan kaum Tsamud setelah terlebih dahulu menyelamatkan Nabi Shaleh dan kaumnya yang beriman dengan menyuruhnya untuk meninggalkan kaumnya yang ingkar dengan menjauh dari azab yang ditimpakan Allah akibat kemungkaran mereka.
Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Shaleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-Lah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS Huud 11 : 66)
Begitu banyak kisah umat terdahulu yang ditimpakan musibah oleh Allah sebagai azab atas kemungkaran mereka terhadap ajaran Nabi yang merupakan utusan Allah subhanahu wata’ala terhadap masing masing kaum. Dan dalam setiap azab tersebut Allah selalu menyuruh para Nabi tersebut untuk menyelamatkan diri beserta kaumnya masing masing yang beriman bahkan termasuk harta benda yang bisa diselamatkan, ikut dibawa serta.
Sesungguhnya musibah yang ditimpakan kepada manusia bukan disebabkan karena kebencian Allah terhadap hamba hambaNya, namun merupakan pengajaran buat hamba hamba Nya yang masih saja bandel dan tetap memperturutkan hawa nafsunya dalam menjalani kehidupan sehari hari. Sehingga kadang kadang manusia lupa membedakan antara yang haq dan yang bathil. Semuanya sudah bercampur baur dalam pelaksanaan kehidupan sehari hari.
Jika dizaman Nabi yang telah lalu, Allah memberikan musibah sebagai azab disebabkan karena umat yang keras kepala meskipun selalu diberikan petunjuk oleh Allah subhanahu wata’ala melalui Nabi yang memimpin umat masing masing. Dizaman sekarang, setelah agama disempurnakan Allah melalui ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maka pengajaran yang diberikan pun telah sempurna buat dijadikan petunjuk yang wajib untuk diamalkan manusia dalam kehidupan sehari hari.
Dan ketika musibah ditimpakan kepada manusia akibat kelalaian manusia sendiri, maka Allah memberikan musibah tersebut tanpa memilah milah antara yang ingkar dan beriman. Namun tentu saja dengan maksud yang berbeda, dimana musibah bagi yang ingkar merupakan azab buat kesalahan mereka dan bagi yang beriman, musibah merupakan ujian keimanan.
Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (QS Muhammad 47 : 10)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS Al Ankabuut 29 : 2 – 3)
Dalam menghadapi musibah tersebut, manusia memiliki  kewajiban buat menyelamatkan diri dan menghindarkan diri sejauh jauhnya dari musibah yang menimpa, selagi bisa. Karena jika kita menanti musibah tersebut tanpa usaha buat menyelamatkan diri, hal itu sama saja dengan bunuh diri, padahal kita tahu bahwa bunuh diri merupakan suatu hal yang paling dibenci oleh Allah Subhanahu wata’ala.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An Nisaa’ 4 : 29 – 30)
[287]. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya, maka Allah berikan musibah kepadanya.” (HR Al-Bukhari no. 5645)
Dan jika dalam menyelamatkan diri itu kita masih juga tidak terselamatkan, maka itu merupakan ketentuan Allah Subhanahu wata’ala, dimana ketetapan Allah tersebut tidak seorangpun dapat mengelakkannya lagi.
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS Ali ‘Imraan 3 : 145)
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu[537]; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS Al ‘Araaf 7 : 34)
[537]. Maksudnya: tiap-tiap bangsa mempunyai batas waktu kejayaan atau keruntuhan.
Menanti musibah setelah manusia diberikan Allah akal buat berfikir, merupakan tindakan bodoh yang menzalimi diri sendiri. Selain itu bisa juga disebabkan karena kerasnya hati yang mendekatkan diri pada kesombongan akibat mendengarkan bisikan bisikan setan yang menyuruh seseorang buat bertahan disuatu tempat sedangkan hal itu dapat menyebabkan bahaya buat dirinya sendiri.
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS An Naml 27 : 14)
Dalam kehidupan kita saat ini, dimana beberapa bencana siap datang menghantam manusia dalam berbagai bentuk musibah. Diantaranya, letusan gunung berapi dengan segala akibatnya dan  gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami. Walaupun kepastian datangnya suatu musibah merupakan kuasa Allah subhanahu wata’ala namun manusia dengan ilmu dan teknologi yang berkembang saat ini, dengan ijin Allah subhanahu wata’ala dapat memperkirakan kekuatan dan akibat yang ditimbulkan oleh suatu musibah yang akan datang menimpa.
Dan pemerintah yang berkuasa disuatu tempat memiliki kewajiban buat memberi peringatan kepada warganya agar menjauh dan menyelamatkan diri agar terhindar dari musibah tersebut. Sementara warga wajib mengikuti anjuran pemerintah yang berkuasa selagi hal tersebut baik buat kemaslahatan ummat, karena kepatuhan pada pemimpin yang membawa kebaikan dijalan Allah juga merupakan bagian dari keimanan.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisaa’ 4 : 59)
Dan kita tahu bahwa iblis dengan sifat kesombongan yang ada pada dirinya yang menyebabkannya terusir dari surga, berusaha mewariskan kesombongan yang sama pada hati seorang hamba agar menjadi pengikutnya kelak dineraka.
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya[529] sampai waktu mereka dibangkitkan." (QS Al ‘Araaf 7 : 13 – 14)
[529]. Maksudnya: janganlah saya dan anak cucu saya dimatikan sampai hari kiamat sehingga saya berkesempatan menggoda Adam dan anak cucunya.


Mudah mudahan kita mampu memilah antara  pasrah dan tawakal, agar tidak ada penyesalan dikemudian hari, dan semoga Allah selalu memberikan petunjuk dan hidayahNya buat kita semua ... Aamiin ya Rabb


Wallahu a'lam bishshawab ...