Rabu, 24 Agustus 2011

Dekadensi Moral


Dekadensi Moral by Alexyusandria on RM Terbit Jum’at 14 Januari 2011 08:03

Manusia diciptakan Allah tak lain dan tak bukan dengan satu tujuan yaitu untuk beribadah kepadaNya. Dan cara beribadah manusia itu diajarkan Allah melalui utusanNya yaitu para Nabi yang sengaja dikirim untuk memberi pelajaran kepada manusia berdasarkan petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala. Dan kepada ummat Islam, Allah mengirimkan utusanNya yang mulia yaitu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperbaiki akhlak manusia yang saat itu berada dalam jurang kejahilan.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)

Dalam suatu hadist shahih Rasulullah sahalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (HR. Al Bazzaar) 

Kemudian ketika manusia semakin berkembang dan banyak, beragam cara manusia dalam mengapilkasikan kehidupannya, baik yang sesuai syar’i maupun yang ingkar. Meskipun akhlak terbaik itu telah ada dalam diri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk dapat diteladani oleh ummat setelahnya, namun tetap saja banyak dari kita yang berlaku jahil meskipun hidup jauh setelah Rasulullah wafat.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS AL Ahzaab 33 : 21)

Manusia dengan berbagai pendidikan dan profesi yang berbeda, memiliki tabiat dan prilaku yang tidak sama. Meskipun berpendidikan tinggi, kadangkala perilaku yang ditunjukkan tidak mencerminkan sikapnya yang terdidik. Meskipun berprofesi sebagai negarawan yang seharusnya level berfikir dan kebijaksanaannya lebih tinggi dari rakyat biasa, namun adakalanya sikap mereka mencerminkan sebaliknya.

Diluar pendidikan dan profesi yang dimiliki oleh anak cucu Adam, sebenarnya yang paling utama adalah masing masing mereka memiliki agama sebagai pegangan dalam hidup, namun seringkali agamapun seperti tidak memiliki pengaruh cukup kuat dalam diri insan yang mengaku sebagai hamba Allah ini sehingga sering berlaku zalim terhadap sesamanya.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS An Nahl 16 : 90)

Jika dibandingkan dekadensi moral dizaman dulu dengan sekarang, pada intinya tidak jauh berbeda, kecuali dizaman sekarang cara melakukannya lebih canggih dengan cara yang lebih modern, sesuai dengan perkembangan zaman. Kita ambil contoh masalah perjudian, zaman dulu manusia sudah melakukan perjudian, namun masih dengan cara yang sederhana, namun dizaman sekarang perjudian menjadi lahan bisnis untuk mencari keuntungan yang dilakukan secara terang terangan dengan mempergunakan peralatan yang canggih dengan bentuk permainan yang berbeda.

Begitu juga dengan minuman keras, dimana dizaman sekarang  minuman keras sangat mudah didapat karena telah diperjual belikan secara bebas dengan kemasan yang sangat menawan dan harga yang lebih variatif sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS Al Baqarah 2 : 219)

[136]. Segala minuman yang memabukkan.

Bahkan dalam suatu kejadian perzinahan, jika dahulu orang secara sembunyi sembunyi dalam melakukan perzinahan, maka dizaman sekarang, justru banyak terjadi perzinahan yang dilakukan terang terangan oleh anak manusia, bahkan tanpa malu malu menunjukkan prilaku amoralnya tersebut.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS Al Israa’ 17 : 32)

Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya (artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina). (HR. An-Nasaa'i dan Ahmad)

Dekadensi moral yang banyak melanda masyarakat akhir akhir ini merupakan kelanjutan dari kebobrokan dimasa lalu, jadi bukanlah merupakan hal yang baru. Contoh lainnya adalah masalah hubungan sesama jenis, hal ini telah ada sejak zaman Nabi Luth, dimana dalam kemurkaanNya sebagai pengajaran terhadap ummat setelahnya, Allah menenggelamkan kota tersebut sehingga hilang dari permukaan bumi.

Namun akhlak yang buruk itu disaat ini masih saja dilakukan oleh orang orang yang tidak beriman, karena tiada alasan apapun yang dapat diterima oleh agama Islam sebagai dalih atas terjadinya perbuatan penyimpangan seksualitas tersebut kecuali disebabkan karena rendahnya keimanan yang dimiliki oleh pelaku.

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu[551], yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (QS Huud 11 : 80)

[551]. Perbuatan faahisyah di sini ialah: homoseksual sebagaimana diterangkan dalam ayat 81 berikut.

Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS Huud 11 : 81)

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, (QS Huud 11 : 82)

Selain peristiwa yang berkaitan dengan seksualitas, juga terdapat kejahatan lainnya yang dilakukan oleh manusia, seperti perbuatan yang saling menghina dan merendahkan diantara sesama, meskipun hanya berupa gurauan saja, baik dalam hal yang berkaitan dengan pribadi, golongan maupun keagamaan.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Janganlah kalian saling hasut, saling najsy (memuji barang dagangan secara saling berlebihan), benci, saling berpaling, dan janganlah sebagian di antara kalian berjual beli kepada orang yang sedang berjual beli dengan sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menganiaya, tidak mengecewakannya, dan tidak menghinanya. Takwa itu ada disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram baik darahnya, hartanya dan kehormatannya." [Riwayat Muslim]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al Hujuurat 49 : 11)

[1409]. Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
 
[1410]. Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.

Ummat Islam juga dilarang berbantah bantahan dengan kaum non muslim , hal ini dapat dilihat dalam Al Qur’an ketika Allah memberikan petunjukNya kepada kaum muslimin dalam firmanNya tentang bagaimana caranya bersikap ketika ada orang orang yang mendebat kebenaran agama Islam.

Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri." (QS Al ‘Ankabuut 29 : 46)

[1154]. Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku." Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi[190]: "Apakah kamu (mau) masuk Islam." Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS Ali ‘Imraan 3 : 20)

[190]. Ummi artinya ialah orang yang tidak tahu tulis baca. Menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan ummi ialah orang musyrik Arab yang tidak tahu tulis baca. Menurut sebagian yang lain ialah orang-orang yang tidak diberi Al Kitab.

Kita sebagai manusia sangat suka sekali berbantah bantahan tentang banyak hal. Bahkan dalam suatu diskusi yang pada mulanya tenang, bisa meningkat menjadi perdebatan sengit yang akhirnya berkembang menjadi permusuhan.

Dari Abu Darda’, Watsilah Ibnul Asqa’, Anas Bin Malik ra, mereka berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam keluar kepada kami pada suatu hari dan kami sedang berbantah-bantahan dalam suatu urusan agama. Beliau menjadi sangat marah dan tidak pernah sampai seperti itu, kemudian beliau membentak kami dan bersabda, “Tenang wahai umat Muhammad, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian rusak dengan seperti ini. Tinggalkanlah berbantah-bantahan karena kebaikannya sedikit. Tinggalkanlah berbantah-bantahan karena seorang mukmin tidak berbantah-bantahan. Tinggalkanlah berbantah-bantahan karena orang yang saling berbantah-bantahan telah sempurna kerugiannya. Tinggalkanlah berbantah-bantahan, maka cukuplah dosa agar kamu tidak selalu menjadi orang yang berbantah-bantahan. Tinggalkanlah berbantah-bantahan karena orang yang berbantah-bantahan tidak akan aku beri syafa’at pada hari kiamat. Tinggalkanlah berbantah-bantahan, maka aku adalah pemimpin dengan tiga termpat di surga; di kebunnya, di tengahnya, dan di atasnya bagi orang yang meninggalkan berbantah-bantahan dan dia jujur. Tinggalkanlah berbantah-bantahan karena pertama kali yang aku dilarang oleh Rabb ku setelah menyembah berhala adalah berbantah-bantahan. (HR Ath Thabrani) 

Akhlak terbaik yang telah ditunjukkan Rasulullah kepada kita sebagai pengikutnya, sering tidak kita ikuti, hanya karena kita terlalu larut dalam kesibukan duniawi, sehingga kita lupa untuk selalu  berbaik sangka terhadap sesama, juga kadang kadang kita tidak ingat bahwa uang yang kita belanjakan buat kehidupan berkeluarga tidak seluruhnya merupakan hak kita, dan kita telah mengambil yang bukan menjadi hak kita tersebut dengan cara yang tidak halal dan zalim atau bahkan kita tega memfitnah saudara kita seiman hanya demi menggenggam dunia yang menjanjikan kesenangan sesa’at kepada kita.

Begitu banyak hal hal yang tidak baik yang telah kita lakukan, dari hal hal kecil yang sederhana hingga hal hal penting yang jelas halal haramnya dalam kehidupan. Sebagai manusia yang memang dilahirkan bersifat khilaf ini, kita sering lalai dalam mengambil hikmah dari semua prilaku yang ada dan dari peristiwa demi peristiwa yang terjadi. Entah kenapa, kita bahkan sering terpancing oleh mulut kotor seseorang yang mengatakan berbagai hal buruk, padahal Rasulullah telah mengajarkan kepada kita tentang baiknya bersikap sabar dalam menghadapi semua kejadian dalam hidup ini.

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah 2 : 153)

[99]. Ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.

Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub (rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara' yang lebih baik dari menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)

Wallahu ‘alam bishshawab ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar