Senin, 22 Agustus 2011

Benarkah Pacaran dilarang dalam Islam ... ?


Pacaran atau Ta’aruf ... ? by Alexyusandria Moenir on RM terbit Kamis 06 Januari 2011 20:58
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS Al Israa’ 17 : 32)
Jatuh cinta merupakan hal biasa yang sering terjadi pada kebanyakan insan didunia ini. Tiada yang salah dengan perasaan yang muncul dari lubuk hati masing masing manusia yang diciptakan Allah berpasang pasangan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Yang menjadi persoalan penting adalah ketika perasaan menggebu gebu diantara insan yang berlainan kelamin ini menimpa manusia yang masih terbelenggu oleh syahwat yang susah dikendalikan.
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An Nuur 24 : 30 – 31)
Rasa cinta yang sedang melanda hati manusia akan menimbulkan perasaan rindu ketika tidak bertemu dan rasa sayang yang ingin dilampiaskan. Semua hal ini tentu saja menjadi masalah besar ketika dikembalikan kepada aturan yang syar’i mengenai pergaulan yang terlibat rasa diantara pasangan anak cucu Adam. Dimana di Indonesia jatuh cinta yang bersambut ini akan menyebabkan terjadinya jalinan yang disebut dengan pacaran. Sementara dalam berpacaran sering terjadi pertemuan pribadi antara dua insan berlainan jenis, entah ditengah keramaian ataupun ditempat tempat sepi.
Sementara secara syra’i hubungan pacaran diantara dua orang berlainan jenis anak cucu Adam ini tidak diperbolehkan karena bisa menyebabkan terjadinya kemungkaran akibat pelanggaran syari’at. Seperti kedekatan yang kadang tidak berbatas antara laki laki dan wanita terutama yang sedang dimabuk asmara, dimana bercampur baurnya antara laki laki dan wanita yang bukan mahram yang dikenal dengan penyebutan Ikhtilath ini sangat dilarang oleh agama.
Dalam pelaksanaan ibadah shalat dimesjid saja, Rasulullah memisahkan tempat antara jema’ah laki laki dan jema’ah wanita. Dimana jema’ah laki laki diletakkan pada shaf depan, sementara jema’ah wanita bershalat di shaf belakang dengan pemisahan oleh suatu tabir, agar tidak bercampur baur.
“Sebaik-baik shaf pria adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf pria adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal.” (Shahih, HR. Muslim, no. 440)
Bahkan setelah selesai shalatpun, Rasulullah tidak beranjak dari tempat duduknya demi memberikan kesempatan pada jema’ah wanita untuk beranjak meninggalkan mesjid terlebih dahulu, agar tidak berpapasan dengan jema’ah laki laki.
Menurut Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Hal itu dikarenakan dekat shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek dan jauh shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Kita sama sama mengetahui bahwa dalam keadaan dan suasana ibadah tentu seseorang lebih jauh dari perkara-perkara yang berhubungan dengan syahwat. maka bagaimana kiranya jika  ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dalam tubuh Bani Adam begitu cepat mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadi fitnah dan kerusakan besar karenanya?”

Selain itu sangat dilarang terjadinya suatu kondisi berdua duaan antara seorang laki laki dan wanita yang bukan mahram ini apalagi ditempat sepi atau disebut juga dengan istilah khalwat, karena dapat menyebabkan kehadiran pihak ketiga yaitu setan yang selalu menggoda anak cucu Adam agar melakukan kemungkaran, yaitu zina.
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Dari  Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)

Godaan akibat terjadinya khalwat antara laki laki dan wanita ini dapat membangkitkan syahwat yang bisa menimbulkan perbuatan zina. Sementara perzinahan yang ada antara laki laki dan wanita, melibatkan semua anggota tubuh, bukan saja disebabkan oleh perbuatan suami istri antara laki laki dan perempuan. Didalam suatu hadist, Rasulullah mengingatkan manusia agar berhati hati dalam pergaulan diantara laki laki dan wanita, karena ditakutkan terjadinya zina anggota tubuh ini.

Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu : “Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, pada syarah hadits no. 16 22)

Perbuatan terlarang antara laki laki dan wanita ini dapat terjadi, karena iblis telah memberikan godaan melalui keindahan yang dimiliki oleh wanita, sehingga laki laki sulit buat mengendalikan syahwatnya ketika matanya melihat wanita yang berlenggang lenggok didepannya. Dan hal ini ditambah dengan banyaknya para wanita berpenampilan yang tidak sesuai dengan syari’at, yaitu tidak menutupi anggota tubuhnya dengan baik, namun malahan menampakan keelokan tubuhnya secara terbuka, sehingga mudah terlihat oleh siapapun terutamanya laki laki.
Apalagi jika terdapat suatu perasaan cinta antara laki laki dan wanita, maka alangkah sulitnya buat pasangan itu mengendalikan diri dalam melampiaskan perasaan sayang kepada pasangannya masing masing. Sehingga terjadilah hal hal yang tidak diridhoi oleh agama terhadap pasangan yang tidak dapat mengendalikan diri ini.
Barangkali inilah yang menyebabkan Islam melarang adanya hubungan pacaran antara laki laki dan wanita, namun mengatur hubungan tersebut melalui ta’aruf yang tentu saja lebih selamat secara syar’i. Dan cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan jalan mencari keterangan mengenai yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi kebaikan suatu pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab secara jujur dan seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda : “Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya . Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR Muslim)
Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata : “Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”
Begitu banyak peringatan dan pengajaran Allah dan RasulNya kepada manusia mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat ikhtilath ini, namun dalam amalannya, semuanya tergantung kepada masing masing insan yang terlibat dalam mengendalikan syahwatnya. Karena sejujurnya, bukanlah merupakan pekerjaan mudah bagi orang yang tengah dilanda asmara untuk mengendalikan syahwat yang ditimbulkan oleh perasaan yang berkecamuk didalam sanubarinya masing masing, kecuali mereka tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan Sunnah yang telah diwariskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita ummatnya.

Wallahu ‘alam bish shawab ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar