Senin, 22 Agustus 2011

Buat saudara laki lakiku


Buat saudara laki lakiku ... by Alexyusandria Moenir on Sunday, April 17, 2011 at 8:58pm
Alhamdulillah ... saudaraku tercinta, kita telah tumbuh bersama dalam satu ikatan yang sangat erat dari orang tua yang sama dan keadaan yang tak pernah berbeda. Namun secara pribadi kita berkembang sesuai dengan alur yang telah kita pilih.
Saudara laki lakiku yang tercinta ... Saat dewasamu telah mewajibkanmu untuk menikahi wanita yang telah engkau pilih buat menjadi istrimu. Meskipun berkali kali orang tua kita telah menasehati agar memilih jodoh terbaik yang juga beliau sukai, namun kau lakukan semua keinginanmu dan membiarkan orang tua kita dengan kesedihannya karena tersakiti oleh tingkahmu yang tidak patuh pada keinginan mereka, padahal selama ini mereka sangat jarang meminta kepada kita.
Tidakkah engkau tahu duhai belahan diriku bahwa suatu hari engkaupun akan menjadi orang tua yang juga Insya Allah dikaruniai Allah zuriat yang kemudian bisa juga melakukan hal yang sama kepadamu?
Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)
Saudara laki lakiku terkasih, sebagai suami dari istrimu dan pemimpin dalam keluargamu, engkau akan memikul tanggung jawab besar, karena sebagai seorang imam, engkau harus mampu membina keluargamu untuk kemudian mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah dihari berbangkit kelak.
Sungguh bukanlah hal mudah menjadi pemimpin itu wahai anak ibuku, karena sesungguhnya engkau telah mengambil suatu amanah besar dari kedua orang tua istrimu untuk bertanggung jawab terhadap anak gadis yang telah mereka percayakan kepadamu untuk dibina sebagai istri yang shalehah. Pernahkah engkau bayangkan suatu hari anak anak dan istrimu mampu menyeretmu keneraka jahannam karena ketidakmampuanmu menjadi imam dalam keluargamu duhai saudaraku?
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS An Nisaa’ 4 : 34)
[289]. Maksudnya: Tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290]. Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[291]. Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[292]. Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Diceritakan dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah bersabda pada waktu haji wada (perpisahan) setelah baginda memuji Allah dan menyanjung-Nya serta menasehati para hadirin : ‘Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku untuk berbuat baik kepada para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dapat diumpamakan kawanmu yang berada di sampingmu, kamu tidak dapat memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yang keji yang jelas (membangkang atau tidak taat) maka tinggalkanlah mereka sendirian di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Kalau isteri isteri itu taat kepadamu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka. Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu dan sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dinmu Kemudian kewajiban isteri isteri terhadap dirimu ialah mereka tidak boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dengan baik dalam soal pakaian dan makanan mereka. (Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS At Taghaabun 64 : 14)
[1479]. Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
Saudara laki lakiku, andai terjadi sesuatu hal dimana engkau merasa perlu mencari seorang istri baru lagi, maka lakukanlah Poligami yang benar sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan dalam berpoligami hendaklah engkau berlaku adil terhadap istri istrimu. Dan andaikan engkau tidak sanggup wahai kebanggaan ayahku, maka janganlah engkau lakukan hal itu, karena Poligami itu bukanlah sunnah, namun Mubah bagi laki laki untuk melakukannya.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (QS An Nisaa’ 4 : 3)
[265]. Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266]. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja
Nabi Muhammad, nabi utama agama Islam melakukan praktek poligami pada delapan tahun sisa hidupnya, sebelumnya ia beristri hanya satu orang selama 28 tahun. Setelah istrinya saat itu meninggal (Khadijah) barulah ia menikah dengan beberapa wanita. Kebanyakan dari mereka yang diperistri Muhammad adalah janda mati, kecuali Aisyah (putri sahabatnya Abu Bakar).
Dalam kitab Ibn al-Atsir, sikap beristeri lebih dari satu wanita yang dilakukannya adalah upaya transformasi sosial . Mekanisme beristeri lebih dari satu wanita yang diterapkan Nabi adalah strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Sebaliknya, Nabi membatasi praktek poligami, mengkritik prilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam beristeri lebih dari satu wanita.
Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali.
Bila seseorang memiliki isteri lebih dari satu dan dia ingin memperlakukan semua isterinya dengan sama, baik dalam memenuhi kebutuhan materi maupun batin di antara mereka, hal ini tidak mungkin terjadi. Karena semua orang tidak ada yang memiliki kesamaan antara satu dengan lainnya. Boleh jadi yang satu lebih cantik dan yang lain agak jelek, atau yang satu lebih muda dan yang lain lebih tua, yang satu lebih menarik dan yang lain tidak menarik dan perbedaan-perbedaan lain yang ada pada setiap isteri.
Perbedaan yang ada pada setiap isteri inilah yang dengan sendirinya akan menyebabkan perbedaan derajat cinta suami terhadap mereka. Dan perbedaan rasa cinta ini jugalah yang dengan sendirinya akan mempengaruhi perlakuan lahiriah suami terhadap mereka. Allah tidak menginginkan keadilan yang semacam ini (dari sisi batin seperti cinta dan kasih sayang) dari hamba-Nya untuk menjaganya secara sama karena hal ini tidak mungkin.
Tetapi yang diinginkan Allah adalah suami jangan sampai berlebihan dalam memperhatikan kebutuhan salah satu dari para isteri sementara dia tidak menghiraukan yang lainnya, hingga isteri yang diabaikan kelihatan bukan sebagai isterinya. Dan jangan sampai terjadi salah satu dari isterinya merasa tidak mendapatkan keadilan dari suaminya sekalipun itu kebutuhan materi. Inilah yang bisa kita pahami dari ayat “wa lan tastatiu an ta’dilu bainan nisai wa lau harastum fa la tamilu kul almaili fatadzaruha ka al mu’allaqah”, yang dikutip dari QS An Nisaa' 4 : 129
Hadits dari Nabi pada riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata : “Beliau biasa membagi hak diantara istri-istrinya lalu beliau berdoa : ‘Ya Allah, inilah usahaku membagi terhadap apa yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu. ” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasal, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan- AlHakim)
Untuk mencerahkan pemikiran sebagian orang yang mengatakan bahwa wanita menjadi korban dan budak nafsu kaum laki-laki pelaku poligami, dapat dikatakan bahwa penetapan hukum poligami dalam Islam tidak berlaku untuk setiap laki-laki, melainkan bagi mereka yang sudah mempertimbangkan apakah kalau dia melakukan poligami tidak menyebabkan munculnya keburukan bagi keluarga maupum masyarakat. Bahkan dengan berpoligami justru mendatangkan kebaikan dan rahmat bagi keluarga dan masyarakatnya.
Kebaikan hukum poligami kembalinya pada kehidupan masyarakat. Batasan-batasan dan ketentuan yang ditetapkan juga dengan tujuan mencegah terjadinya keburukan yang sudah dipertimbangkan sebelumnya. Dengan demikian praktek poligami bisa dilakukan oleh orang yang meyakini bahwa dirinya mampu menjaga keadilan di antara isteri-isterinya. Ketika seorang laki-laki berkeyakinan bahwa dirinya mampu menjalankan syarat-syarat poligami dan memiliki sarana untuk melakukannya, maka dialah salah satu dari orang yang diizinkan oleh agama untuk berpoligami. Sebaliknya orang yang hanya memikirkan kebutuhan pribadinya tanpa melihat kebaikan dan keburukan keluarganya, hanya sibuk memenuhi kebutuhan seksnya dan berpikir bahwa perempuan hanya sebagai sarana dan alat untuk memenuhi syahwat laki-laki; Islam tidak mengizinkan orang semacam ini untuk berpoligami. (Allamah Thabathaba’i, Tafsir al-Mizan, jilid 4, hal. 319)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, maksudnya : "Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
Wahai kesayangan ibuku, lembutkanlah hatimu, kembalilah pada fitrahmu, sujudlah memohon ampunan kepada Allah dan mintalah kema’afan dari orang tua kita, sebelum engkau menyia nyiakan waktumu dengan penyesalan berkepanjangan disaat orang tua kita tiada lagi dibumi ini.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS Al Ahqaaf 46 : 15)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850]. (QS Al Israa’ 17 : 23)
[850]. Mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orangtuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR Muslim)
Wahai pengangkat jenazahku, janganlah marah atau tersinggung atas tiap kata yang telah kuucapkan untukmu, karena sesungguhnya, suatu hari engkaulah yang akan banyak menasehatiku. Dan meskipun ada sedikit kebenaran dalam tiap ucapanku, namun Allah mengetahui yang terbaik untuk hamba hambaNya, dan semoga Allah mengampuni dosa orang tua kita dan dosa kita semua ... Aamiin Ya Rabb ...
Wallahu a'lam bishshawab ... ^_^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar