Senin, 05 September 2011

Janganlah berputus asa ... bersabarlah ...


Janganlah berputus asa ... bersabarlah ... by Alexyusandria Moenir
Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Mashabih Assunnah)
Mengunjungi seorang sahabat yang kakinya terpaksa diamputasi oleh dokter karena alasan medis, membuat hati ini iba melihat airmuka terpaksa ikhlas yang ditunjukkannya, akibat tiada pilihan lain yang dapat dilakukannya. Tentu saja hal ini dapat dimaklumi, mengingat sekian puluh tahun dia hidup dengan anggota tubuh lengkap, namun tiba tiba dia harus berjalan dengan bantuan tongkat yang tak dapat merasakan apapun dan tak bisa dibawa jalan cepat sebagaimana yang biasa dilakukannya ketika kakinya masih lengkap.
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS Ali ‘Imraan 3 : 186)
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. (QS Fushshilat 41 : 49)
Sebagai orang luar yang tidak merasakan secara langsung kepedihannya ketika harus hidup cacat dalam kondisi yang tidak pernah dialaminya, mungkin lebih mudah bagi kita untuk menasehatinya, namun andai kondisi itupun dibalikkan kediri sendiri, alangkah sulitnya bagi kita buat menerima kondisi cacat yang tiba tiba harus dialami setelah sekian puluh tahun hidup normal dengan anggota tubuh yang lengkap. Tapi begitulah seharusnya kita sebagai sesama muslim, harus saling menguatkan ketika salah satu saudara muslim kita mengalami suatu ujian yang kadang kadang membuat imannya menjadi lemah. Kita harus menyemangatinya agar dia termotivasi  kembali dengan memberinya nasehat dengan kata kata yang mampu membesarkan hatinya kembali.
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wassalam bersabda : ''Perumpamaan orang-orang Mukmin di dalam cinta - mencintai dan kasih - mengasihi di antara mereka ibarat satu tubuh, jika salah satu dari anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh badan akan merasa demam dan tidak bisa tidur semalaman.'' (HR.Muslim)
Memang begitulah, berbagai cobaan yang hampir tiap hari akan dialami oleh manusia, berupa masalah dalam hidup yang merupakan persoalan duniawi yang takkan pernah berhenti, dan akan selalu singgah dalam setiap helaan nafas anak cucu Adam yang masih diberi kesempatan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk menghirup bau dunia yang beraneka aroma ini. Kehidupan dengan ragam persoalan yang berada didalamnya sering membuat manusia kelimpungan dalam menghadapinya. Kadang penuh semangat menyelesaikannya, namun adakalanya timbul kejenuhan yang menuju putus harap ketika persoalan datang silih berganti seolah tiada tempat lain yang bisa disinggahi oleh masalah masalah hidup ini.
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a, bahwa ada seorang lelaki yang berkata: "Wahai Rasulullah, apa itu dosa besar?" Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab (artinya), 'Syirik kepada Allah, pesimis terhadap karunia Allah, dan berputus asa dari rahmat Allah." (Hasan, HR Al-Bazzar [106/lihat Kasyful Atsaar], Thabrani dalam Al-Kabiir [8783, 8784 dan 8785], dan 'Abdurrazaq [19701]).
Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa." Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat." (QS Al Hijr 15 : 55 – 56)
Banyak kejadian yang ada dikehidupan ini yang seharusnya membuat kita belajar untuk memahami, bahwa sesungguhnya hidup itu tidak seluruhnya kesenangan saja, dan juga tidak pula merupakan kesusahan berterusan, karena Allah memberikan kesenangan dan kesusahan adalah untuk menguji rasa syukur manusia terhadap nikmat Allah yang sangat banyak sekaligus untuk mengetahui sejauh mana manusia beriman terhadap Allah dan RasulNya. Karena itulah kesenangan yang dialami oleh manusia yang merupakan kebahagiaan yang tak ingin dilepaskannya, takkan pernah hadir selamanya, begitu juga dengan kesusahan yang seringkali membuat manusia menangis menanggung kesedihan, juga takkan mungkin berada selamanya dalam dirinya.
Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang bila terkena ujian dan cobaan dia bersabar. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, (QS Huud 11 : 9 – 10)
Bahkan para Nabi yang telah sering menerima banyak rahmat dari Allah subhanahu wata’ala, baik berupa mukjizat maupun berupa petunjuk lain dari Allah subhanahu wata’ala, tetap saja merasa gemetar hatinya ketika menerima berkah yang merupakan suatu hal yang mustahil dilakukan oleh seorang hamba, sehingga para nabi Allah ini segera mengambil hikmah dibalik berkah yang diberikan tersebut sebagai ujian atas keimanan mereka, akankah bersyukur atau justru sebaliknya.
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS An Naml 27 : 40)
[1097]. Al Kitab di sini maksudnya: ialah Kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman ialah Taurat dan Zabur.
Menerima suatu masalah dengan tanpa menyerah dan lapang dada, bukanlah hal yang mudah, namun hal ini  mampu dilakukan oleh manusia yang diberikan Allah akal fikiran dan juga memiliki daya juang tinggi dalam hidupnya. Karena itulah manusia dijadikan Allah sebagai khalifah diatas bumi ini, salah satunya disebabkan sifat dasar manusia yang punya keinginan kuat dalam mempertahankan diri. Dan manusia menjadi lemah ketika setan berhasil melemahkan diri seorang hamba yang tengah lalai dengan keimanannya.
Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)
Oleh karena itulah manusia yang beriman akan menerima segala cobaan yang dialaminya dengan selalu berusaha bersikap sabar dan penuh rasa syukur. Tentu tidaklah mudah untuk bersabar dan bersyukur dalam kondisi diri dan hati diuji dengan cobaan yang tak seorangpun menginginkannya, tapi hal ini bukanlah hal yang tak sanggup dilakukan oleh seorang hamba Allah yang bertakwa. Dimana takwa kepada Allah, membuat kita sebagai manusia yang telah dibekali dengan warisan Kitabullah dan Sunnatullah oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam akan menjadi insan yang tak pernah berputus asa dan selalu berusaha dengan segala kemampuan yang ada, namun bertawakal menyerahkan segala hasilnya kepada Allah subhanahu wata’ala.
Seorang Muslim harus menghadapi takdir takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridhaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu.
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu." Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Az-Zumar 39 : 10)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannnya baik baginya. Hal itu tidak akan dimiliki oleh seseorang, kecuali bagi seorang mukmin. Bila dia memperoleh kegembiraan, dia bersyukur dan itu adalah kebaikan baginya. Namun bila dia tertimpa penderitaan, dia sabar dan itu juga kebaikan baginya”. (HR Muslim)
Ujian Allah terhadap manusia bukan saja merupakan musibah yang dialami bagi dirinya saja, namun juga bagaimana sikapnya saat melihat suatu musibah menimpa diri orang lain. Dalam hal ini, adakah seorang insan berempati terhadap masalah orang lain, ataukah justru sebaliknya mensyukuri kesusahan yang dialami oleh orang lain yang mungkin saja tidak disukainya karena berbagai sebab, atau bersikap acuh saja terhadap kesusahan orang lain. Padahal Allah memberikan setiap ujian terhadap seorang hamba, adalah agar semua manusia mampu mengambil hikmah disebaliknya. Bagi yang mendapatkan musibah, hal ini merupakan peringatan bagi dirinya dan bagi insan lain yang melihat musibah, hal ini merupakan pelajaran agar berhati hati dalam menjalani kehidupan dunianya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian membeli suatu barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh kepadanya. Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi seorang muslim dari muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan harga dirinya” (HR. Muslim)

Sebenarnya andai kita mau belajar dari kejadian kejadian lampau yang telah diberikan Allah kepada para Nabi terdahulu, ataupun terhadap saudara saudara kita yang lain yang berada dibelahan bumi yang mungkin tidak sama dengan daerah tempat kita berdiam, akan muncul dalam diri kita sikap takut dan ta’at akan kuasa Allah subhanahu wata’ala yang membuat kita menjadi semakin merasa bahwa kita hanyalah makhluk lemah tiada daya dan tak memiliki apapun kecuali atas apa yang telah diberikan Allah kepada kita. Dan ketika Allah menguji kita dengan ujian kekayaan maupun kesusahan, berusahalah untuk tidak mengeluh dan menerimanya dengan ikhlas agar mendapatkan kebaikan untuk akhirat kita kelak.

Seorang sahabat dengan mimik serius mengajukan sebuah pertanyaan,“Ya kekasih Allah, bantulah aku mengetahui perihal kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat menjelaskan kepadaku, apa yang dimaksud ikhlas itu?“ Nabi Shallahu 'Alaihi Wassalam kekasih Allah yang paling mulia bersabda,: “Berkaitan dengan ikhlas, aku bertanya kepada Jibril alaihi salam apakah ikhlas itu?Lalu Jibril berkata,“Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya?“ Allah subhanahu wata’ala  yang Mahaluas Pengetahuannya menjawab,“Ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai.“ (HR Al-Qazwini)
Wallahu ‘alam bishshawab ... ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar